Selasa, 24 September 2013

TEORI PARIWISATA

DEFINISI PARIWISATA

Robert McIntosh
Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani para wisatawan serta para pengunjung lainnya.

Richardson & Flicker
Pariwisata terdiri dari ide-ide dan pendapat orang terus yang bentuknya keputusan tentang pergi pada perjalanan, tentang ke mana harus pergi (tidak pergi ke mana) dan apa yang harus dilakukan atau tidak melakukan, tentang bagaimana berhubungan dengan wisatawan lain, penduduk setempat dan layanan pribadi. Dan itu adalah perilaku manifestasions ide-ide dan opini

WTO (Worl Tourism Organization)
Pariwisata adalah kegiatan orang yang bepergian dan tinggal di tempat-tempat di luar lingkungan mereka selama tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk bersantai, bisnis dan keperluan lainnya


Definisi yang dikemukakan selalu mengandung beberapa unsur pokok yaitu:
  •        Adanya unsur perjalanan, yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain
  • Adanya unsur tinggal sementara di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal yang biasanya
  • Tujuan utamanya bukan untuk mencari penghidupan atau pekerjaan di tempat yang dituju tersebut
Setelah mengetahui penjelasan dari manajemen publik dan pariwisata maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pariwisata adalah rangkaian kegiatan mengelola sebuah organisasi di bidang pariwisata dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang menggunakan berbagai sumber daya guna melayani dan berinteraksi dengan wisatawan yang berwisata atau tinggal sementara di objek wisata organisasi tersebut.


 
PRINSIP DASAR PARIWISATA



Menurut Cox dalam Gde Pitana (2009:81), pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut: 


  1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan special local sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.
  2. Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata
  3. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah budaya lokaL
  4. Pelayanan kepada wisatawan berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal. 
  5.  Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi jika sebaliknya mengendalikan dan/atau menghentikan aktivitas pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas.
Menurut Richardson dan Flucker (Gde Pitana 2009:86), yang harus dicakup dalam manajemen pariwisata paling tidak terfokus pada konsep values tourism yang diluncurkan tahun 1995 oleh The Pacific Asia Travel Association (PATA), yaitu:

  • Memenuhi kebutuhan konsumen (wisatawan) 
  • Meningkatkan konstribusi ekonomi bagi ekonomi nasional negara tersebut 
  • Meminimalisasi dampak pariwisata terhadap lingkungan, 
  •  Mengakomodasi kebutuhan dan keinginan negara tuan rumah yang menjadi tujuan wisata
  • Menyediakan pengembalian finansial yang cukup bagi orang-orang yang berusaha di pariwisata
Dalam mengelola pariwisata perlu ada keterlibatan semua pemangku kepentingan di bidang pariwisata untuk mengintegrasikan kerangka pengelolaan pariwisata, pemangku kepentingan yang dimaksud dalam Gde Pitana (2009:87) adalah:


  1. Staff dari industri pariwisata 
  2.  Konsumen
  3. Investor dan developer 
  4. Pemerhati dan penggiat lingkungan 
  5. Pemerhati dan penggiat warisan dan pelestarian budaya 
  6. Masyarakat tuan rumah 
  7. Pemerintah 
  8. Pelaku ekonomi lokal dan nasional
Menurut Bramwell dan Lane (Gde Pitana 2009:87), beberapa manfaat yang didapatkan dari pelibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu:


  • Pelibatan beragam stakeholder, termasuk dari kepentingan non-ekonomi, akan memperkuat pertimbangan dari sisi lingkungan, sarana dan prasarana fisik, SDM yang dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan demi kesejah-teraan di masa depan 
  • Keterlibatan stakeholder dari beragam bidang aktivitas memungkinkan adanya pendekatan integratif dan holistik dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan partnership juga dapat membantu merefleksikan kesalingtergantungan antara pariwisata dan aktivitas lainnya
  • Beragam stakeholder yang terlibat dalam proses kebijakan pariwisata memungkinkan lebih adilnya pendistribusian keuntungan dan biaya, Partisipasi juga memicu kepedulian dan kesadaran akan dampak pariwisata yang mungkin terjadi sehingga diharapkan melandasi pengambilan keputusan yang lebih baik.
  • Partisipasi yang luas dalam pembuatankebijakan kepariwisataan dapat mendemokratisasi pengambilan keputusan, memberdayakan partisipan untuk memperkuat capacity building dan skill acquisition bagi mereka yang diwakil